Minggu, 28 Oktober 2012

Kalimat Efektif

Kalimat efektif adalah kalimat yang memperlihatkan bahwa proses penyampaian oleh pembicara/penulis dan proses penerimaan oleh pendengar/pembaca berlangsung dengan sempurna sehingga isi atau maksud yang di sampaikan oleh pembicara/penulis tergambar lengkap dalam pikiran pendengar/pembaca. Pesan yang diterima oleh pendengar/pembaca relative sama dengan yang di kehendaki oleh pembicara/penulis. Syarat-syarat kalimat efektif sebagai berikut: 1. Secara tepat mewakili pikiran pembicara/penulisnya. 2. Mengemukakan pemahaman yang sama tepatnya antara pikiran pendengar/pembaca dengan yang dipikirkan pembaca atau penulisnya. Kalimat efektif itu memiliki ciri yaitu : 1 Koherensi (keutuhan) Koherensi (keutuhan) dalam kalimat terlihat pada adanya keterkaitan makna antardata dalam kalimat tersebut. Perhatikan contoh dibawah ini. (1a) Kami pun akhirnya saling memaafkan. (1b) Saya pun akhirnya saling memaafkan. (2a) Mereka berbondong-bondong menuju pertunjukan rakyat itu. (2b) Dia berbondong-bondong manuju pertunjukan rakyat itu. Kalimat (1a) dan (2a) di atas merupakan contoh kalimat yang memiliki keutuhan atau kepaduan, sedangkan kalimat (1b) dan (2b) tidak. Penggunaan kata ganti orang pertama tunggal saya pada (1b) sebagai subjek predikat verba saling memaafkan tidaklah tepat. Predikat verba itu memerlukan kata ganti orang yang jamak. Sementara itu, pada kalimat (2b) terlihat pada penggunaan kata ganti dia sebagai subjek predikat verba berbondong-bondong. Predikat verba itu memiliki cirii (semantis) dengan subjek jamak. 2 Kesejajaran Kalimat efekif mempersyaratkan adanya kesejajaran bentuk dan kesejajaran makna. Kesejajaran bentuk berhubungan dengan struktur kalusa, sedangkan kesejajaran makna berkaitan dengan kejelasan informasi yang diungkapkan. 2.1 Kesejajaran Bentuk Kesejajaran bentuk mengacu pada kesejajaran unsur-unsur dalam kalimat. Kesejajaran unsur-unsur kalimat itu akan memudahkan pemahaman pengungkapan pikiran. Perhatikan contoh kalimat berikut. (3a) Lokasi perumahan telah dipilih, tetapi lokasi itu belum disetujui direktur. (3b) Lokasi perumahan telah dipilih, tetapi direktur belum menyetujuinya. Kalimat (3a) memperlihatkan kesejajaran bentuk kalusa, keduanya merupakan kalusa bentuk pasif. Sementara itu pada kalimat (3b) ketitidak sejajaran bentuk terlihat pada ketitidak sejajaran bentuk kalusa pasif (dipilih) dan bentuk kalusa aktif (menyetujui). Agar terdapat kesejajaran, klausa kedua di ubah menjadi klausa pasif. Jika bentuk kalusa pertama pasif, bentuk klausa berikutnya pasif pula (3a). sebaliknya, jika bentuk kalusa pertama aktif, bentuk kalusa berikutnya aktif juga. Dengan demikian kalimat (3b) dapat di perbaiki menjadi seperti berikut. (3c) Pemimpin unit telah memilih lokasi perumahan, tetapi direktur belum menyetujuinya. Kesejajaran bentuk juga perlu diperhatikan dalam kalimat yang mengandung perincian. Perhatikan comtoh berikut/ (4) Langkah-langkah dalam wawancara ialah (a) pertemuan dengan orang yang akan diwawancarai, (b) utarakan maksud wawancara, dan (c) mengatur waktu wawancara. Ketidaksejajaran kalimat (4) terlihat dalam penggunaan bentuk kata pada awal rincian. Dalam rincian yang pertama digunakan bentuk kata pertemuan (nomina); dalam perincian kedua digunakan bentuk kata utarakan (verba); dalam perincian keiga digunakan bentuk kata mengatur(verba). Agar sejajar, kalimat (4) di perbaiki menjadi seperti berikut. (4a) Langkah-langkah dalam wawancara ialah (a) mengatur pertemuan dengan orang yang akan diwawancarai, (b) mengutarakan maksud wawancara, dan (c) mengatur waktu wawancara. 2.2 Kesejajaran Makna Kesejajaran makna kalimat akan terlihat melalui penataan gagasan yang cermat. Perhatikan contoh berikut ini . (5) Saya tidak memperhatikan dan mempunyai kepentingan terhadap masalah itu. Kalimat seperti itu sering terealisasi menjadi pernyataan negative (tidak memperhatikan ) digabungkan dengan pernyataan positif (mempunyai kepentingan). Akibatnya, makna kalimat (5) tidak jelas. Seharusnya, pernyataan negative di gabungkan dengan pernyataan negative pula atau sebaliknya. Dengan demikian, kalmat (5) dapat diubah sebagai berikut. (5a) Saya tidak memperhatikan dan mempunyai kepentingan terhadap masalah itu. (5b) Saya memperhatikan dan mempunyai kepentingan terhadap masalah itu. 3 Pemfokusan Yang dimaksud dengan pemfokusan adalah pemusatan perhatian terhadap bagian kalimat tertentu. Pemfokusan itu dilakukan melalui berbagai cara, antara lain melalui pengedepanan dan pengulangan. 3.1 Pengedepanan Kalimat yang difokuskan diletakan pada bagian awal kalimat. Perhatikan contoh berikut. (6) Piala Sudirman seharusnya tidak berpindah dari bumi pertiwi ini. (7) Sangat memprihatinkan keadaan perekonomian Indonesia saat itu. (8) Secara beringas mereka menyerbu pertokoan itu. Pada cotoh diatas terlihat bahwa bagian awal kalimat merupakan bagian yang difokuskan atau ditonjolkan. Unsur yang ditonjilkan pada kalimat (6) adalah subjeknya, yaitu Piala Sudirman, pada kalimat (7) adalah predikat, yaitu sangat memprihatinkan, dan pada kalimat (8) adalah keterangan, yaitu secara beringas. Unsur yang dikedepankan itu tidak ada menonjol lagi kalau susunannya diubah menjadi sebagai berikut. (6a) Seharusnya piala Sudirman tidak berpindah dari bumi pertiwi ini. (7a) Keadaan perekonomian Indonesia saat itu sangat memprihatinkan. (8a) Mereka menyerbu pertokoan itu secara beringas. 3.2 Pengulangan Pemfokusan dapat ditempuh pula melalui pengulangan bagian yang difokuskan atau ditekankan, seperti contoh berikut. (9) Rajin membaca dan rajin menulis dapat menjamin prestasi belajar demi masa depan. (10) Pandai bergaul, pandai berbicara, dan pandai membujuk orang adalah modal utama seorang pialang. Pengulangan kata rajin pada kalimat (9) dan kata pandai pada kalimat (10) dalam ragam tertentu tidak dapat dikatakan mubazir karena berfungsi untuk mempertegas pernyataan. Sebenarnya kata rajin dan pandai dapat saja hanya muncul sekali, tetapi kesannya berbeda. Bandingkan kalimat (9) dan (10) dengan kalimat (9a) dan (10a) berikut. (9a) Rajin membaca dan menulis dapat menjadi prestasi belajar masa depan. (10a) Pandai bergaul, berbicara, dan membujuk orang adalah modal utama seorang pialang. 4 Penghematan Kalimat efektif ditandai pula dengan penggunaan kata secara hemat. Penghematan penggunaan kata itu dilakukan, antara lain, dengan cara (a) Tidak mengulang subyek yang sama, (b) Menghindari pemakaian bentuk ganda, dan (c) Menggunakan kata secara hemat. 4.1 Penghilangan Subjek Berulang Subjek berulang terdapat dalam kalimat majemuk, baik dalam kalimat majemuk setara maupun kalimat majemuk bertingkat. Dalam hal ini subjeknya harus sama pada kalimat majemuk setara subjek kalimat pertama sama dengan subjek kalimat kedua, ketiga, dan seterusnya. Pada kalimat majemuk bertingkat subjek anak kalimat sama dengan subjek induk kalimat. Perhatikan kalimat dibawah ini. (11) Dia masuk ke ruang pertemuan itu, kemudian dia duduk di kursi paling depan, lalu dia asyik membaca novel. (11a) Dia masuk ke ruang pertemuan itu, kemudian duduk di kursi paling depan, lalu asyik membaca novel. Kalimat (11) adalah kalimat majemuk setara yang terdiri atas tiga kalimat dasar dengan subjek yang sama, yaitu dia. Pemunculan subjek sebanyak tiga kali tersebut jelas tidak hemat. Oleh karena itu, subjek kedua dan ketiga tidak perlu hadir sehingga terbentuk kalimat (11a) yang lebih efektif. Penghilangan subjek kalimat majemuk bertingkat terlihat pada kalimat berikut. (12) Sejak saya bertempat tinggal di Bogor, saya mempunyai banyak waktu luang. (12a) Sejak bertempat tinggal di Bogor, saya mempunyai lebih banyak waktu luang. Pada kalimat (12) terlihat bahwa subjek anak kalimat sama dengan subjek induk kalimat. Karena subjeknya sama, salah satu subjek tersebut dapat dihilangkan sehingga menjadi kalimat (12a). Namun, harus diingat bahwa penghilangan subjek di dalam kalimat majemuk bertingkat tidak boleh dilakukan pada induk kalimat karena kalau urutan diubah akan terjadi seperti (12c). Penghilangan seperti pada kalimat (12b) dan (12c) dibawah ini harus dihindari. (12b) * Sejak saya bertempat tinggal di Bogor, mempunyai lebih banyak waktu luang. (12c) * Mempunyai lebih banyak waktu luang sejak saya bertempat tinggal di Bogor. 4.2 Penghilangan Bentuk Ganda Di dalam pemakaian bahasa sehari-hari sering ditemukan pemakaian bentuk ganda yang dapat digolongkan sebagai bentuk ganda atau bersinonim seperti contoh berikut. adalah merupakan agar supaya seperti misalnya sangat … sekali amat sangat demi untuk hanya … saja Tiap-tiap unsur pada pasangan di atas mempunyai arti dan fungsi yang hampir sama di dalam sebuah kalimat. Oleh karena itu, penggunaan kedua unsur tersebut secara bersama-sama, terutama dalam bahasa tulis resmi, harus dihindarkan perhatikan contoh di bawah ini : (13) Bantuan untuk orang miskin itu adalah merupakan wujud kepedulian sosial masyarakat yang mampu. (13a) Bantuan untuk orang miskin itu merupakan wujud kepedulian social masyarakat yang mampu. (13b) Bantuan untuk orang miskin itu adalah wujud kepedulian social masyarakat yang mampu. (14) Penghijauan kembali lahan gundul perlu digalakkan agar supaya tidak terjadi banjir. (14a) Penghijauan kembali lahan gundul perlu digalakkan agar tidak terjadi banjir. (14b) Penghijauan kembali lahan gundul perlu digalakkan supaya tidak terjadi banjir. (15) Kualitas air tanah di daerah permukiman itu sangat baik sekali. (15a) Kualitas air tanah di daerah pemukiman itu sangat baik. (15b) Kualitas air tanah di daerah pemukiman itu baik sekali. (16) Persoalan yang dibicarakannya amat sangat penting. (16a) Persoalan yang dibicarakannya amat penting. (16b) Persoalan yang dibicarakannya sangat penting. (17) Demi untuk kepentingan rakyat banyak mereka rela berkorban apa saja. (17a) Demi kepentingan rakyat banyak, mereka rela berkorban apa saja. (17b) Untuk kepentingan rakyat banyak, mereka rela berkorban apa saja. (18) Agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan mereka hanya memerlukan waktu beberapa hari saja. (18a) Agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, mereka hanya memerlukan waktu beberapa hari saja. Penggunaan bentuk ganda tampak pada contoh (13)- -(18). Dari segi makna dan kerapihan struktur kalimat, contoh (13)- - (18) itu tidak memperlihatkan adanya masalah kebahasan. Namun, dari segi kehematan penggunaan kata, pemakaian bentuk ganda itu mengandung kemubaziran. Oleh karena itu, yang disarankan untuk digunakan adalah contoh (13a) - - (18a) dan (13b) - - (18b). 4.3 Penghematan Penggunaan Kata Di dalam bahasa Indonesia tidak dikenal bentuk jamak atau tunggal secara tata bahasa. Katakaryawan,peserta, atau anak, misalnya, dapat bermakna tunggal dan dapat pula bermakna jamak. Hal itu sangat bergantung pada konteks pemakaiannya. Untuk menyatakan makna jamak, antara lain, dapat dilakukan dengan pengulangan atau penambahan kata yang menyatakan makna jamak, seperti para, beberapa, sejumlah, banyak, atau segala. Kedua cara pengungkapan makna jamak itu tidak digunakan secara bersam-sama. Perhatikan contoh dibawah ini. (19) *Beberapa rumah-rumah di bantaran kali itu akan segera ditertibkan. (19a) Beberapa rumah di bantaran kali itu akan segera ditertibkan. (19b) Rumah-rumah di bantaran kali itu akan segera ditertibkan. (20) *Karyawan harus menaati segala ketentuan-ketentuan yang berlaku di kantor. (20a) Karyawan harus menaati segala ketentuan yang berlaku di kantor. (20b) Karyawan harus menaati ketentuan-ketentuan yang berlaku di kantor. 5 Variasi Penyusunan kalimat perlu memperhatikan variable kalimat karena variasi itu akan memberikan efek yang berbeda. Pemfokusan dengan mengedepankan unsure yang dianggap penting seperti yang telah dibicarakan pada bagian 3.1 dapat digolongkansebagai variasi urutan unsur kalimat. Namun, variasi kalimat bukan hanya itu. Variasi lain yang mempertimbangkan nilai komunikasi dapat berupa penyusunan kalimat berimbang, kalimat melepas, dan kalimat berklimaks. 5.1 Kalimat Berimbang Yang dimaksud dengan kalimat berimbang adalah kalimat yang mengandung beberapa informasi yang kadarnya sama atau seimbang karena sama-sama penting. Contohnya adalah sebagai berikut. (21) Fajar telah menyingsing dan burung-burung pun mulai berkicau. (22) Semua orang laki-laki bekerja di sawah, sedangkan para istri mereka bekerja di rumah. Kalimat (21) dan (22) masing-masing mengandung dua informasi. Informasi pertama pada kalimat (21) adalah ‘fajar telah menyingsing’ dan informasi kedua adalah ‘burung-burung pun mulai berkicau.’ Kedua informasi itu mempunyai derajat yang sama. Agar kedua informasi itu sederajat, dipilih jenis kalimat majemuk setara, bukan majemuk, bertingkat. Begitu pula kalimat (22), kalimat itu juga mengandung dua informasi yang sama-sama penting. Informasi pertama adalah ‘semua orang laki-laki bekerja di sawah’ dan informasi kedua adalah ‘para istri mereka bekerja di rumah.’ Kalimat (22) juga termasuk jenis kalimat majemuk setara. Bedanya adalah bahwa kalimat (21) berupa kalimat majemuk setara penjumlahan, sedangkan kalimat (22) merupakan kalimat majemuk setara pertentangan. 5.2 Kalimat Melepas Kalimatmelepas berbeda dari kalimat berimbang. Kalimat berimbang mengandung informasi yang setara, sedangkan kalimat melepas mengandung informasi yang tidak setara. Di dalam kalimat melepas terdapat informasi utama dan informasi tambahan. Informasi utamanya diletakkan pada bagian awal kalimat dan informasi tambahan diletakkan pada posisi berikutnya sehingga seakan-akan informasi tambahan itu dilepas begitu saja. Karena derajat informasinya tidak sama, jenis kalimat yang digunakan bukan kalimat majemuk setara, melainkan kalimat majemuk bertingkat. Agar penjelasan ini lebih mudah dipahami, kalimat berimbang (21) dan (22) di atas, diubah menjadi kalimat melepas seperti berikut. (23) Fajar telah menyingsing saat burung-burung mulai berkicau. (24) Semua orang laki-laki bekerja di sawah tatkala para istri mereka sedang bekerja di rumah. Dengan mengubah kalimat (21) dan (22) menjadi kalimat (23) dan (24), informasi yang terkandung di dalamnya mempunyai derajat yang berbeda. Perbedaan derajat informasi itu dipisahkan oleh kata penghubung saat dan tatkala. Informasi pada bagian awal kalimat, yaitu sebelum kata penghubung, adalah informasi utama yang derajatnya lebih tinggi, sedangkan informasi berikutnya, yaitu sesudah kata penghubung, adalah informasi tambahan yang derajatnya lebih rendah. Bagian kalimat yang memuat informasi utama itu adalah anak kalimat. Dengan demikian, kalimat (23) dan (24) adalah kalimat majemuk bertingkat. 5.3 Kalimat Berklimaks Kalimat berklimaks merupakan kebalikan kalimat melepas. Pada kalimat melepas informasi utamanya terletak pada awal kalimat, sedangkan pada kalimat berklimaks informasi utamanya terletak pada bagian akhir kalimat. Dengan demikian, kalimat (23) dan (24) di atas dapat diubah menjadi kalimat berklimaks seperti berikut. (23a) Saat burung-burung mulai berkicau, fajar menyingsing. (24a) Ketika para istri mereka bekerja di dapur, semua orang laki-laki bekerja di sawah. 6 Kelogisan Kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat dengan mudah dipahami dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku. Hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki hubungan yang logis/masuk akal. Contoh: (25a) Untuk mempersingkat waktu, kami teruskan acara ini. (salah) (25b) Untuk menghemat waktu, kami teruskan acara ini. (benar) (26a) Mayat lelaki tua yang ditemukan itu sebelumnya sering mondar-mandir di daerah tersebut. (salah) (26b) Sebelum meninggal, lelaki tua yang mayatnya ditemukan itu sering mondar-mandir di daerah tersebut. (benar) 7 Kecermatan Kecermatan di sini maksudnya tidak menimbulkan tafsiran ganda dan tepat dalam pilihan kata. Contoh: (27a) Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu menerima hadiah. (salah) (27b) Mahasiswa dari perguruan tinggi yang terkenal itu menerima hadiah. (benar) (28c) Mahasiswa yang terkenal di perguruan tinggi itu menerima hadiah. (benar) (29a) Dia menerima uang sebanyak tiga puluh lima ribuan. (salah) (29b) Dia menerima uang sebanyak tiga puluh lima ribu rupiah. (benar) (29b) Dia menerima uang sebanyak tiga puluh lembar lima ribu rupiah. (benar Sumber: http://saefullohlipana.blogspot.com/2012/03/kalimat-efektif.html

Senin, 22 Oktober 2012

Kalimat Dasar

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil dalam wujud lisan atau tulisan yang mengungkapkan suatu pikiran yang utuh. Karena itu, kalimat dapat dilihat sebagai satuan dasar dalam suatu wacana atau tulisan. Suatu wacana dapat terbentuk jika ada minimal dua buah kalimat yang letaknya berurutan dan sesuai dengan aturan-aturan wacana. Unsur-Unsur Kalimat. Unsur-unsur kalimat terdiri dari: 1. Subjek Subjek adalah unsur pokok yang terdapat pada sebuah kalimat di samping unsur predikat. Dengan mengetahui ciri-ciri subjek secara lebih terperinci, kalimat yang dihasilkan dapat terpelihara strukturnya. Ciri-Ciri Subjek: • Jawaban atas Pertanyaan Apa atau Siapa Penentuan subjek dapat dilakukan dengan mencari jawaban atas pertanyaan apa atau siapa yang dinyatakan dalam suatu kalimat. Untuk subjek kalimat yang berupa manusia, biasanya digunakan kata tanya siapa. • Disertai Kata Itu Kebanyakan subjek dalam bahasa Indonesia bersifat takrif (definite). Untuk menyatakan takrif, biasanya digunakan kata itu. Subjek yang sudah takrif misalnya nama orang, nama negara, instansi, atau nama diri lain dan juga pronomina, tidak disertai kata itu. • Didahului Kata Bahwa Di dalam kalimat pasif kata bahwa merupakan penanda bahwa unsur yang menyertainya adalah anak kalimat pengisi fungsi subjek. Di samping itu, kata bahwa juga merupakan penanda subjek yang berupa anak kalimat pada kalimat yang menggunakan kata adalah atau ialah. • Mempunyai Keterangan Pewatas Yang Kata yang menjadi subjek suatu kalimat dapat diberi keterangan lebih lanjut dengan menggunakan penghubung yang. Keterangan ini dinamakan keterangan pewatas. • Tidak Didahului Preposisi Subjek tidak didahului preposisi, seperti dari, dalam, di, ke, kepada, pada. Orang sering memulai kalimat dengan menggunakan kata-kata seperti itu sehingga menyebabkan kalimat-kalimat yang dihasilkan tidak bersubjek. • Berupa Nomina atau Frasa Nominal Subjek kebanyakan berupa nomina atau frasa nominal. Di samping nomina, subjek dapat berupa verba atau adjektiva, biasanya, disertai kata penunjuk itu. 2. Predikat Predikat juga merupakan unsur utama suatu kalimat di samping subjek. Ciri-Ciri Predikat: • Jawaban atas Pertanyaan Mengapa atau Bagaimana Dilihat dari segi makna, bagian kalimat yang memberikan informasi atas pertanyaan mengapa atau bagaimana adalah predikat kalimat. Pertanyaan sebagai apa atau jadi apa dapat digunakan untuk menentukan predikat yang berupa nomina penggolong (identifikasi). Kata tanya berapa dapat digunakan untuk menentukan predikat yang berupa numeralia (kata bilangan) atau frasa numeralia. • Kata Adalah atau Ialah Predikat kalimat dapat berupa kata adalah atau ialah. Predikat itu terutama digunakan jika subjek kalimat berupa unsur yang panjang sehingga batas antara subjek dan pelengkap tidak jelas. • Dapat Diingkarkan Predikat dalam bahasa Indonesia mempunyai bentuk pengingkaran yang diwujudkan oleh kata tidak. Bentuk pengingkaran tidak ini digunakan untuk predikat yang berupa verba atau adjektiva. Di samping tidak sebagai penanda predikat, kata bukan juga merupakan penanda predikat yang berupa nomina atau predikat kata merupakan. • Dapat Disertai Kata-kata Aspek atau Modalitas Predikat kalimat yang berupa verba atau adjektiva dapat disertai kata-kata aspek seperti telah, sudah, sedang, belum, dan akan. Kata-kata itu terletak di depan verba atau adjektiva. Kalimat yang subjeknya berupa nomina bernyawa dapat juga disertai modalitas, kata-kata yang menyatakan sikap pembicara (subjek), seperti ingin, hendak, dan mau. • Unsur Pengisi Predikat Predikat suatu kalimat dapat berupa: 1. Kata, misalnya verba, adjektiva, atau nomina. 2. Frasa, misalnya frasa verbal, frasa adjektival, frasa nominal, frasa numeralia (bilangan). 3. Objek Unsur kalimat ini bersifat wajib dalam susunan kalimat aktif transitif yaitu kalimat yang sedikitnya mempunyai tiga unsur utama, subjek, predikat, dan objek. Predikat yang berupa verba intransitif (kebanyakan berawalan ber- atau ter-) tidak memerlukan objek, sedangkan verba transitif yang memerlukan objek kebanyakan berawalan me-. Ciri-ciri objek : • Langsung di Belakang Predikat Objek hanya memiliki tempat di belakang predikat, tidak pernah mendahului predikat. • Dapat Menjadi Subjek Kalimat Pasif Objek yang hanya terdapat dalam kalimat aktif dapat menjadi subjek dalam kalimat pasif. Perubahan dari aktif ke pasif ditandai dengan perubahan unsur objek dalam kalimat aktif menjadi subjek dalam kalimat pasif yang disertai dengan perubahan bentuk verba predikatnya. • Tidak Didahului Preposisi Objek yang selalu menempati posisi di belakang predikat tidak didahului preposisi. Dengan kata lain, di antara predikat dan objek tidak dapat disisipkan preposisi. • Didahului Kata Bahwa Anak kalimat pengganti nomina ditandai oleh kata bahwa dan anak kalimat ini dapat menjadi unsur objek dalam kalimat transitif. 4. Pelengkap Pelengkap dan objek memiliki kesamaan. Kesamaan itu ialah kedua unsur kalimat ini : 1. Bersifat wajib ada karena melengkapi makna verba predikat kalimat. 2. Menempati posisi di belakang predikat. 3. Tidak didahului preposisi. Perbedaannya terletak pada kalimat pasif. Pelengkap tidak menjadi subjek dalam kalimat pasif. Jika terdapat objek dan pelengkap dalam kalimat aktif, objeklah yang menjadi subjek kalimat pasif, bukan pelengkap. Ciri-Ciri Pelengkap: • Di Belakang Predikat Ciri ini sama dengan objek. Perbedaannya, objek langsung di belakang predikat, sedangkan pelengkap masih dapat disisipi unsur lain, yaitu objek. Contohnya terdapat pada kalimat berikut. a) Diah mengirimi saya buku baru. b) Mereka membelikan ayahnya sepeda baru. Unsur kalimat buku baru, sepeda baru di atas berfungsi sebagai pelengkap dan tidak mendahului predikat. • Tidak Didahului Preposisi Seperti objek, pelengkap tidak didahului preposisi. Unsur kalimat yang didahului preposisi disebut keterangan. 5. Keterangan Keterangan merupakan unsur kalimat yang memberikan informasi lebih lanjut tentang suatu yang dinyatakan dalam kalimat. misalnya, memberi informasi tentang tempat, waktu, cara, sebab, dan tujuan. Keterangan ini dapat berupa kata, frasa, atau anak kalimat. Keterangan yang berupa frasa ditandai oleh preposisi, seperti di, ke, dari, dalam, pada, kepada, terhadap, tentang, oleh, dan untuk. Keterangan yang berupa anak kalimat ditandai dengan kata penghubung, seperti ketika, karena, meskipun, supaya, jika, dan sehingga. Ciri-Ciri Keterangan: • Bukan Unsur Utama Berbeda dari subjek, predikat, objek, dan pelengkap, keterangan merupakan unsur tambahan yang kehadirannya dalam struktur dasar kebanyakan tidak bersifat wajib. • Tidak Terikat Posisi Di dalam kalimat, keterangan merupakan unsur kalimat yang memiliki kebebasan tempat. Keterangan dapat menempati posisi di awal atau akhir kalimat, atau di antara subjek dan predikat. • Jenis Keterangan Keterangan dibedakan berdasarkan perannya di dalam kalimat. 1. Keterangan Waktu Keterangan waktu dapat berupa kata, frasa, atau anak kalimat. Keterangan yang berupa kata adalah kata-kata yang menyatakan waktu, seperti kemarin, besok, sekarang, kini, lusa, siang, dan malam. Keterangan waktu yang berupa frasa merupakan untaian kata yang menyatakan waktu, seperti kemarin pagi, hari Senin, 7 Mei, dan minggu depan. Keterangan waktu yang berupa anak kalimat ditandai oleh konjungtor yang menyatakan waktu, seperti setelah, sesudah, sebelum, saat, sesaat, sewaktu, dan ketika. 2. Keterangan Tempat Keterangan tempat berupa frasa yang menyatakan tempat yang ditandai oleh preposisi, seperti di, pada, dan dalam. 3. Keterangan Cara Keterangan cara dapat berupa kata ulang, frasa, atau anak kalimat yang menyatakan cara. Keterangan cara yang berupa kata ulang merupakan perulangan adjektiva. Keterangan cara yang berupa frasa ditandai oleh kata dengan atau secara. Terakhir, keterangan cara yang berupa anak kalimat ditandai oleh kata dengan dan dalam. 4. Keterangan Sebab Keterangan sebab berupa frasa atau anak kalimat. Keterangan sebab yang berupa frasa ditandai oleh kata karena atau lantaran yang diikuti oleh nomina atau frasa nomina. Keterangan sebab yang berupa anak kalimat ditandai oleh konjungtor karena atau lantaran. 5. Keterangan Tujuan Keterangan ini berupa frasa atau anak kalimat. Keterangan tujuan yang berupa frasa ditandai oleh kata untuk atau demi, sedangkan keterangan tujuan yang berupa anak kalimat ditandai oleh konjungtor supaya, agar, atau untuk. 6. Keterangan Aposisi Keterangan aposisi memberi penjelasan nomina, misalnya, subjek atau objek. Jika ditulis, keterangan ini diapit tanda koma, tanda pisah (–), atau tanda kurang. 7. Keterangan Tambahan Keterangan tambahan memberi penjelasan nomina (subjek ataupun objek), tetapi berbeda dari keterangan aposisi. Keterangan aposisi dapat menggantikan unsur yang diterangkan, sedangkan keterangan tambahan tidak dapat menggantikan unsur yang diterangkan. 8. Keterangan Pewatas Keterangan pewatas memberikan pembatas nomina, misalnya, subjek, predikat, objek, keterangan, atau pelengkap. Jika keterangan tambahan dapat ditiadakan, keterangan pewatas tidak dapat ditiadakan. Pola Dasar Kalimat Kalimat yang kita gunakan sesungguhnya dapat dikembalikan ke dalam sejumlah kalimat dasar yang sangat terbatas. Dengan perkataan lain, semua kalimat yang kita gunakan berasal dari beberapa pola kalimat dasar saja. Sesuai dengan kebutuhan kita masing-masing, kalimat dasar tersebut kita kembangkan, yang pengembangannya itu tentu saja harus didasarkan pada kaidah yang berlaku. Pola dasar kalimat bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Kalimat Dasar Berpola S P Kalimat dasar tipe ini mempunyai unsur subjek dan predikat. Predikat kalimat untuk tipe ini dapat berupa kata kerja, kata benda, kata sifat, atau kata bilangan. contoh: Adik sedang bermain 2. Kalimat Dasar Berpola S P O Kalimat dasar tipe ini mempunyai unsur subjek, predikat, dan objek. Subjek berupa nomina atau frasa nominal, Predikat berupa verba transitif, dan Objek berupa nomina atau frasa nominal. Contoh: Mereka sedang menyusun karangan ilmiah. 3. Kalimat Dasar Berpola S P Pel. Kalimat dasar tipe ini mempunyai unsur subjek, predikat, dan pelengkap. Subjek berupa nomina atau frasa nominal, predikat berupa verba intransitif, kata sifat dan pelengkap berupa nomina atau adjektiva. Contoh: Saya beternak ayam 4. Kalimat Dasar Berpola S P O Pel. Kalimat dasar tipe ini mempunyai unsur subjek, predikat, objek, dan pelengkap. Subjek berupa nomina atau frasa nominal, Predikat berupa verba dwitransitif, Objek berupa nomina atau frasa nominal, dan Pelengkap berupa nomina atau frasa nominal. Contoh: Dia mengirimi saya surat 5. Kalimat Dasar Berpola S P K Kalimat dasar tipe ini mempunyai unsur subjek, predikat, dan harus memiliki unsur keterangan karena diperlukan oleh predikat. Subjek berupa nomina atau frasa nominal, predikat berupa verba intransitif, dan keterangan berupa frasa berpreposisi. Contoh: Saya berasal dari Jakarta. 6. Kalimat Dasar Berpola S P O K Kalimat dasar tipe ini mempunyai unsur subjek, predikat, objek, dan keterangan. Subjek berupa nomina atau frasa nomina, Predikat berupa verba dwitransitif, Objek berupa nomina atau frasa nominal, dan Keterangan berupa frasa berpreposisi. Contoh: Saya memasukkan pakaian ke dalam lemari. Sumber: http://she2008.wordpress.com/2010/10/30/unsur-dan-pola-kalimat-dasar-2/

Minggu, 14 Oktober 2012

Bahasa Indonesia

A. Perkembangan Bahasa Indonesia. Berikut ini adalah sejarah perkembangan Bahasa Indonesia. 1. Tahun 1901: Disusun ejaan resmi bahasa Melayu oleh Ch. A. Van Ophuiysen dan dimuat dalam Kitab Logat Melayu. 2. Tahun 1908: Pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie Voor De Volkslectur (Taman Bacaan Rakyat). 3. Tahun 1917: Pada tahun ini Commissie Voor De Volkslectur (Taman Bacaan Rakyat) diubah menjadi Balai Pustaka. Balai Pustaka menerbitkan buku-buku novel seperti, Siti Nurbaya dan Salah Asuhan dan buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas. 4. Tahun 1928: Merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan memancangkan tonggak yang kokoh untuk perjalanan bahasa Indonesia. 5. Tahun 1933: Resmi berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Ali Syahbana dan kawan-kawan. 6. Tahun Juni 1938: Dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres di Solo ini dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan kita saat itu. 7. Tahun 1945: Merupakan pula suatu masa penting. Jepang memilih bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi resmi antara pemerintah Jepang dengan rakyat Indonesia karena niat menggunakan bahasa Jepang sebagai pengganti bahasa Belanda untuk alat komunikasi tidak terlaksana. Bahasa Indonesia juga dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan dan untuk keperluan ilmu pengetahuan. Dan pada tahun ini juga ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara. 8. Tahun 1947: Diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan Van Ophuysen yang berlaku sebelumnya. 9. Tahun 1954: Adalah juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa nasional dan ditetapkan sebagai bahasa Negara yaitu dengan diadakannya Kongres Bahasa Indonesia di Medan. 10. Tahun 1972: Presiden Republik Indonesia meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan melalui pidato kenegaraan di depan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972. Pada tahun ini juga Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh Indonesia. B. Fungsi Bahasa. Setalah kita melihat perkembangan Bahasa Indonesia, tentu saja kita ingin tahu apa sebenarnya fungsi bahasa itu. Jadi fungsi bahasa ada 4 macam, yaitu: 1. Untuk komunikasi 2. Untuk mengekspresikan diri 3. Sebagai alat integrasi 4. Sebagai alat kontrol social C. Kedudukan Bahasa Indonesia. a. Sebagai Bahasa Indonesia. Kita bangga bahwa sampai sekarang ini Bahasa Indonesia tetap menjadi bahasa nasional kita, karena para pahlawan kita pun sudah bersusah payah untuk memperjuangkannya. Lagi pula ada banyak kegunaaan mengapa Bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa nasional Indonesia, yaitu sebagai: 1. Identitas Nasional 2. Kebanggan Bangsa 3. Alat komunikasi 4. Pemersatu Bangsa yang berbeda Suku, Agama, ras, adat istiadat dan budaya. b. Sebagai Bahasa Negara. Pada 25-28 Feb 1975 telah dikemukakan bahwa kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yaitu sebagai: 1. Bahasa resmi kenegaraan 2. Alat pengantar dalam dunia pendidikan 3. Penghubung pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah 4. Pengembang kebuayaan nasional. Sumber: http://bacpjj.unismuh.ac.id/new/?p=43 http://d4nt0z.wordpress.com/2011/11/10/kedudukan-bahasa-indonesia-sebagai-bahasa-negara-dan-bahasa-nasional-beserta-fungsinya/