Rabu, 20 Oktober 2010

Sampah Jakarta

Aktivitas rumah tangga, pasar, dan lainnya di Provinsi DKI Jakarta merupakan penyumbang terbesar timbunan sampah seberat 600.000 ton setiap harinya.

Sampah sebanyaknya itu, menurut Korel, petugas penyuluh Dinas Kebersihan DKI Jakarta, persentasi sampah terbesar disumbang oleh rumah tangga, yaitu sebesar 52,97 persen, sementara pasar 4 persen, sekolah 5,32 persen, dan selebihnya perkantoran serta industri.

Di arena Pekan Raya Jakarta (PRJ), Korel mengatakan, sampah-sampah itu oleh petugas dikumpulkan dan diangkut ke tempat pembuangan sampah sementara hingga ke Tempat Pembuangan Akhir di Bantar Gebang, Jawa Barat (Jabar).

Sebagian dari sampah juga diolah menjadi kompos oleh PT Godang Tua Jaya Farmasi. Dalam mengumpulkan sampah-sampah, Dinas Kebersihan DKI Jakarta mengerahkan 830 mobil yang disebar di daerah-daerah di provinsi itu.

Selain mobil dari Dinas Kebersihan, sejumlah mobil swasta juga dikerahkan untuk membersihkan kota yang tengah merayakan HUT ke-482 ini.

Bantuan mobil swasta itu sekitar 300 unit karena, dalam membersihkan sampah tersebut, Provinsi DKI Jakarta perlu bekerja sama dengan pihak lain.

"Selain itu, Dinas Kebersihan setempat juga menyebarkan gerobak sampah ke semua kecamatan termasuk kelurahan di provinsi tersebut," ujarnya.

Dinas Kebersihan DKI Jakarta mengharapkan masyarakat membuang sampah pada tempatnya agar kota itu semakin bersih dan indah serta nyaman.

Kondisi PSSI

Bekas kapten tim nasional Indonesia, Ferril Raymond Hattu, menganalogikan kondisi PSSI sekarang ini ibarat ikan busuk. Kebusukan itu telah terjadi menyeluruh, mulai dari kepala hingga ekor.

"Kalau mau sehat, kepala yang busuk itu harus dipotong lebih dulu," kata Ferril kepada Tempo, Rabu (24/3).

Ferril adalah kapten tim nasional terakhir yang mempersembahkan medali emas sepak bola di ajang SEA Games Manila 1991 di bawah pelatih Anatoly Polosin. Sejak saat itu, prestasi sepak bola Indonesia di pentas yang sama selalu memble. Ferril mengaku gerah dengan kondisi persepakbolaan nasional sekarang ini. Seluruh fungsi di kepengurusan PSSI, kata dia, tidak jalan.

Dia mencontohkan kontribusi executive commitee (exco) yang tidak jelas. Ferril melihat exco diisi orang-orang oportunis yang hanya mencari keuntungan dari sepak bola. Padahal, imbuh dia, anggaran dana untuk bidang ini boleh dikatakan tidak sedikit. "Jadi, ibarat perusahaan, PSSI sudah bangkrut," ujar Ferril.

Hal lain yang disoroti Ferril adalah tidak jalannya blue print tentang peningkatan mutu sepak bola yang pernah dibuat PSSI. Di atas kertas, kata Ferril, blue print tersebut bagus. Namun dalam tataran implementasinya dianggap nol. "Ini karena PSSI tidak konsisten, mereka yang bikin aturan tapi dipelintir sendiri," kata putera pesepakbola nasional era 1960 an, JA Hattu ini.

Ferril juga prihatin dengan munculnya praktek "pemerasan" di tingkat pengurus provinsi. Salah satunya ialah adanya kewajiban bagi semua pelatih sekolah sepak bola (SSB) untuk mengikuti kursus dengan biaya Rp 4 - 6 juta. Padahal, kata dia, mereka umumnya tidak memperoleh penghasilan yang memadai dari sekolah sepak bola yang menaungi. "Pelatih SSB tidak mendapat untung, tapi untuk ikut kursus mereka harus bayar jutaan," kata Ferril.

Menurut Ferril, bila semua pemangku kepentingan sepak bola tanah air serius menginginkan perubahan, maka harus dilakukan secara radikal. Salah satunya cara, menurutnya, ialah memberangus kepengurusan di tingkat pusat. Setelah itu baru melakukan pembenahan di tataran pengurus provinsi dan pengurus cabang. "Kita butuh orang visioner untuk memimpin PSSI," ucap Ferril.

Selasa, 05 Oktober 2010

Gedung Baru DPR

Usut punya usut pembangunan gedung baru DPR adalah rekomendasi tim peningkatan kerja anggota dewan. Meski banyak menimbulkan pertentangan di masyarakat, DPR terus mensosialisasi pentingnya gedung baru tersebut. Bangunan senilai Rp 1,6 triliun ini rencananya akan mulai dikerjakan Oktober tahun ini. Dana APBNP 2010 sebesar Rp 250 miliar juga akan segera di gunakan setelah peletakan batu pertama.

Dilain pihak, Marzuki Alie Ketua DPR mengiming-imingi berjanji akan membatalkan proyek gedung baru DPR itu dan secara terbuka menerima kritikan dari masyarakat terkait pembangunan gedung baru tersebut. "Mau tidak mau, suka tidak suka pembangunan ini harus tetap dilanjutkan, kalau ada kritik kita terima saja," kata Marzuki Alie. Menurutnya fasilitas seperti kolam renang dan Spa itu perlu untuk menunjang kinerja anggota dewan. "Untuk rehat Dewan harus disiapkan karena mereka seringkali kerja hingga malam," katanya.

Dilain kesempatan Marzuki Alie juga mengatakan "Tidak ada satu pun parlemen di dunia yang ada spa atau tukang pijitnya. Jadi saya pastikan tidak ada spa ataupun kolam renang di gedung baru, semua fasilitasnya standar," ujar Ketua DPR Marzuki Alie dalam konferensi pers di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (31/8/2010) dikutip dari detiknews.

Sebap terjadinya kritikan adalah adanya fasilitas mewah yang akan dihadirkan dalam gedung wakil rakyat itu. Fasilitas dimaksud seperti kamar istirahat lengkap dengan spring bednya, kolam renang, dan spa. "Gedung baru dibangun sebanyak 36 lantai, dilengkapi ruang rekreasi di lantai paling atas. Fasilitasnya kebugaran, spa, apotek, kolam renang, toko.

Sarana ruang rekreasi diharapkan dapat menjadi hiburan santai anggota DPR di tengah melaksanakan tugas legislasi. "Agar anggota DPR bisa rileks," jelas tim leader teknis pembangunan, luas bangunannya hingga kini masih belum ditentukan. harus dihitung atas dasar luas jumlah total lantai bangunan. dan orang yang akan berada di gedung baru DPR tersebut.

Sebelumnya gedung baru DPR disebut mencapai luas 157.000 meter persegi. Masing-masing anggota dewan memiliki ruang kerja seluas 120 meter persegi. Ruang kerja tersebut terdiri dari ruang kerja anggota, ruang staf ahli dan asisten pribadi, ruang rapat kecil, kamar istirahat, kamar mandi, WC, dan ruang tamu. Meskipun sejumlah anggota DPR dari FPD seperti Venna Melinda mendukung pembanguan Gedung Baru DPR yang difasilitasi kolam renang dan Spa, namun tiga pimpinan DPR menolak rencana yang dianggap tidak sesuai dengan amanat kerja DPR ini.

Dampak Sosial.

Menurut saya dampak sosial yang akan terjadi adalah DPR akan semakin tidak dipercaya oleh masyarakat karna mereka hanya mementingkan diri mereka sendiri dan tidak mementingkan masyarakat dan negaranya sendiri. Oleh karna itu sebaiknya para anggota DPR memikirkan dan meninjau kembali pembangunan gedung baru tersebut.